Make it Mine, dan waktu Menyenangkan di Belawan!
by Unknown
Rentang waktu September 2009 – Agustus 2010 saya melalui
masa yang sangat baru dalam perjalanan hidup saya, saya memutuskan hijrah ke Medan
untuk mencoba memperbaiki keadaan, sebelumnya saya tak pernah sedikit pun berpikir
meninggalkan kota ini, kota ini terlampau menyenangkan untuk ditinggalkan, disini saya punya banyak teman yang menyenangkan
dan bisa jadi brengsek di saat yang bersamaan, waktu itu saya masih diliputi perasaan kecewa terhadap ketidaksedian bapak saya untuk mengkuliahkan saya, saya
menolak mendengarkan alasannya karena apa yang buruk dari seorang anak ketika
merengek memohon pendidikan?? Sedangkan di luar sana begitu banyak orang yang menyiakan
kesempatan.
Saya kecewa dan harus berdamai dengan diri sendiri sepanjang Pendaftaran Mahasiswa Baru (Juni) di buka sampai penutupan gelombang kedua ISI di tutup (Agustus) jadi total saya harus berdamai selama 3 bulan saya dan sampai pada akhirnya harus mengubur hidup hidup impian saya menjadi mahasiswa Fakultas Sastra / Sejarah, fakultas dimana saya banyak menghabiskan malam saya ketika SMA.
Sesampai di Medan hidup menjadi berubah drastis, seperti halnya di semua lingkungan baru daptasi adalah suatu keharusan. pada awalnya disana sangat membosankan. Saya di sana kehilangan passion, hasrat saya untuk hiburan tidak terpenuhi. Saya menghabiskan sore dengan cara yang salah, dan malam terkadang menyenangkan bisa berbagi tawa dengan 2 karib saya tadi, tapi saya rindu ampli dan player saya di rumah, saya merindukan saya rindu Solo Radio, poster One Piece dan beberapa pamflet gigs lokal era 2007-2009 yang tertempel berantakan di dinding kamar.
Perlu beberapa bulan untuk bisa menemukan hal menyenangkan disana, mungkin semua hal menyenangkan tapi kami punya orientasi kesenangan tersendiri. Sampai pada akhirnya Tuwuh ternyata tertangkap mata menjalin cinta dengan perempuan lokal, lalu dari situ kita mulai di antar ke beberapa tempat menyenangkan. Dari pantai Gudang Garam, Ocean Pacific, Siantar, sampai danau Toba. Kali pertama kita ke pantai Gudang Garam dan Ocean Pacifik.
Waktu itu hari Minggu dan biasanya kami cuma menghabiskan hari dengan mengobrol sepanjang hari di kamar dan diakhiri menghabiskan beberapa beer. Tujuan pertama saya begitu antusias karena pantai, di benak saya bakalan mandi di pantai ombak besar, kebro kebroh bahagia matane pedes kemasukan air asin. Sampai pada tempatnya saya harus buru buru menelan ludah antusiasme lenyap- seketika, pantai jauh dari ekspektasi, pasir berkarang gimana yang mau mandi baru lari ke pantai aja kaki berdarah darah, ombaknya kecil, kalo Aku nyebutnya itu bukan ombak tapi banyu kanginan. Hahha! cukup menyesal karena saya bawa sempak 2 biji dan peralatan mandi full-set. Yang bikin saya penasaran sampai sekarang kenapa itu pantai namanya Gudang Garam, saya coba tanya orang lokal pada jawabnya sama semua “mana tau aku, masalah kek gitu?” acara di pantai membosankan cuma kelap kelop di rumah rumahan kecil di pinggir pantai, liat pantai jelek yang mirip Waduk Lalung.
Tapi yang menarik di sebelah tempat saya ada sekelompok bapak bapak batak bertelanjang dada, tampak betapa bahagia dengan muka merah karena efek kebanyakan Tuak, seorang bapak memegang gitar akustik dan yang lain bernyanyi lagu batak lalu di bumbui candaan dengan logat Batak. Atau kalian tahu lagunya Seringai yang album Taring judulnya “Lissoy” kira-kira seperti itu. Sebagai pemuja lelucon, Saya cukup penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, karena di lihat dari ketawanya sangat terbahak bahak.
Saya kecewa dan harus berdamai dengan diri sendiri sepanjang Pendaftaran Mahasiswa Baru (Juni) di buka sampai penutupan gelombang kedua ISI di tutup (Agustus) jadi total saya harus berdamai selama 3 bulan saya dan sampai pada akhirnya harus mengubur hidup hidup impian saya menjadi mahasiswa Fakultas Sastra / Sejarah, fakultas dimana saya banyak menghabiskan malam saya ketika SMA.
Itu cara yang buruk untuk mengawali September, ulang tahun
memang tak pernah spesial tapi seharusnya tidak seburuk ini. Saya bersumpah
tahun itu tak akan pernah terlupakan. Malam di pertengahan September ketika
menghabiskan waktu malam dengan bapak di kampung. Pak Siong (warga Ras Cina
pendatang belum lama di kampung) menawarkan pekerjaan di Medan. Perlu 2 malam
untuk sampai akhirnya saya terima, dengan pertimbangan setelah setahun semoga ada cukup uang untuk kuliah. Saya tidak sendiri saya berangkat dengan dua
teman kampung saya, Tuwuh dan Genjot.
Sesampai di Medan hidup menjadi berubah drastis, seperti halnya di semua lingkungan baru daptasi adalah suatu keharusan. pada awalnya disana sangat membosankan. Saya di sana kehilangan passion, hasrat saya untuk hiburan tidak terpenuhi. Saya menghabiskan sore dengan cara yang salah, dan malam terkadang menyenangkan bisa berbagi tawa dengan 2 karib saya tadi, tapi saya rindu ampli dan player saya di rumah, saya merindukan saya rindu Solo Radio, poster One Piece dan beberapa pamflet gigs lokal era 2007-2009 yang tertempel berantakan di dinding kamar.
Perlu beberapa bulan untuk bisa menemukan hal menyenangkan disana, mungkin semua hal menyenangkan tapi kami punya orientasi kesenangan tersendiri. Sampai pada akhirnya Tuwuh ternyata tertangkap mata menjalin cinta dengan perempuan lokal, lalu dari situ kita mulai di antar ke beberapa tempat menyenangkan. Dari pantai Gudang Garam, Ocean Pacific, Siantar, sampai danau Toba. Kali pertama kita ke pantai Gudang Garam dan Ocean Pacifik.
Waktu itu hari Minggu dan biasanya kami cuma menghabiskan hari dengan mengobrol sepanjang hari di kamar dan diakhiri menghabiskan beberapa beer. Tujuan pertama saya begitu antusias karena pantai, di benak saya bakalan mandi di pantai ombak besar, kebro kebroh bahagia matane pedes kemasukan air asin. Sampai pada tempatnya saya harus buru buru menelan ludah antusiasme lenyap- seketika, pantai jauh dari ekspektasi, pasir berkarang gimana yang mau mandi baru lari ke pantai aja kaki berdarah darah, ombaknya kecil, kalo Aku nyebutnya itu bukan ombak tapi banyu kanginan. Hahha! cukup menyesal karena saya bawa sempak 2 biji dan peralatan mandi full-set. Yang bikin saya penasaran sampai sekarang kenapa itu pantai namanya Gudang Garam, saya coba tanya orang lokal pada jawabnya sama semua “mana tau aku, masalah kek gitu?” acara di pantai membosankan cuma kelap kelop di rumah rumahan kecil di pinggir pantai, liat pantai jelek yang mirip Waduk Lalung.
Tapi yang menarik di sebelah tempat saya ada sekelompok bapak bapak batak bertelanjang dada, tampak betapa bahagia dengan muka merah karena efek kebanyakan Tuak, seorang bapak memegang gitar akustik dan yang lain bernyanyi lagu batak lalu di bumbui candaan dengan logat Batak. Atau kalian tahu lagunya Seringai yang album Taring judulnya “Lissoy” kira-kira seperti itu. Sebagai pemuja lelucon, Saya cukup penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, karena di lihat dari ketawanya sangat terbahak bahak.
Selesai dengan pantainya, menjelang sore kita pindah ke
Ocean Pacifik. Jaraknya cukup jauh dari pantai karena harus menempuh jalan tol
yang cukup lama, setelah sampai di kawasan pelabuhan belawan saya mulai
berpikir tempat apakah Ocean Pacifik
itu, karena pertamanya saya mengira ini tempat nongkrong di tengah kota. Sampai juga di Ocean Pacifik. Saya tersenyum lebar, saya mendapati panggung besar berdiri
gagah di atas laut di kawasan pelabuhan, masalah sound tidak usah dipertanyakan lagi, pasti mantap. Itu panggung permanen dan sound-set nya pun
permanen juga. Saya yakin tempat ini di kelola dengan baik.
Berarti di sini memang acara rutin dan memang tempat untuk hal semacam ini, panggung diisi band-band Top 40an. Yang lebih menyenangkan lagi cara band memilih lagu selalu lagu juara di eranya. Kebanyakan lagu dari Manca Negara, di pingir pelabuhan anginnya kenceng, ada musik-musik menyenangkan. Ocean Pacifik justru di luar dugaan, disini begitu menyenangkan, saya benar benar menikmatinya. Sama sekali jauh dari Pantai PHP Gudang Garam tadi, dan lagu yang paling tak terlupakan saat itu adalah Jason Mraz yang Make it Mine, saat itu saya tidak tau siapa artisnya apalagi judulnya, jadi ketika ada request session Aku cuma bisa berpikir keras, tanya Tuwuh sama Genjot tidak menyelesaikan masalah, jujur saya dulu tak tau banyak tentang Jason Mraz, Saya cuma tau Jason Mraz artis luar yang video klipnya ditiru sama Ello itu. Lagu itu sangat kondisional sekali ketika di Ocean Pacifik, beat dan lirik nya sangat manusiawi sekali, aku menemukan lagi gairah di sini, kadang nyanyi sendiri, karena si Tuwuh dan Genjot matanya sibuk jelalatan kesana kemari liat kecantikan cewek-cewek Batak, sampai akhirnya saya tahu itu lagu dari Jason Mraz ketika sudah di Solo, teman saya Panji bawa laptop di situ ada live-nya Jason Mraz, cukup bodoh bukan lagu sepopuler itu pun saya tidak tahu, setelah kali pertama ke Ocean Pacifik saya pastikan saya minggu depan kesini lagi, dan akan selalu begitu.
Kadang saya membayangkan kalo ada Rockfest Open Air disini tempat yang sempurna. Kini belawan dan Make it Mine-nya tinggal kenangan, saya sudah kembali ke Solo kota yang tak ramah bagi beberapa orang. Sampai sekarang saya selalu melibatkan Make it Mine dalam playlist saya setiap pagi, dan entah kenapa tak bosan juga, ketika lagu itu berputar bayangan suasana belawan masih tertata rapi, angin kencang khas pelabuhan, hiruk pikuk truk kontainer antre, hiruk pikuk peti kemas bongkar pasang muatan, muka-muka merah sopir dan kenek memenuhi warung Tuak sepanjang jalan. So long Medan, terima kasih untuk pelajaran hidup sebelas bulan yang tak perah terlupakan, dan maaf untuk beberapa orang di Medan saya yakin beberapa dari kalian mengecap saya brengsek (terutama orang kantor), terkadang semuanya itu harus berbenturan dan itu manusiawi. Untuk beberapa teman yang masih tersisa disana, semoga sukses.
Untuk Erwan semoga bahagia dengan keluarga baru disana, sambal bawang dan mie goreng buatanmu juara, sangat bisa di andalkan ketika situasi sulit, aku sekarang udah bisa bikin yang lebih enak dari buatanmu. Untuk Genjot, mulih-o!. "Aku ra nduwe konco sek iso ngimbangi karo ngetutke pemikiranku liane kowe," dan untuk teman teman semua (kecuali tukang pencari muka atasan) di Medan peluk hangat dari Solo!! Saya rindu moment Tuak, bakso goreng, nasi padang dan gelek setelah badminton seminggu sebelum kepulanganku!! Horaasss!!!
@Siingkekkk
Berarti di sini memang acara rutin dan memang tempat untuk hal semacam ini, panggung diisi band-band Top 40an. Yang lebih menyenangkan lagi cara band memilih lagu selalu lagu juara di eranya. Kebanyakan lagu dari Manca Negara, di pingir pelabuhan anginnya kenceng, ada musik-musik menyenangkan. Ocean Pacifik justru di luar dugaan, disini begitu menyenangkan, saya benar benar menikmatinya. Sama sekali jauh dari Pantai PHP Gudang Garam tadi, dan lagu yang paling tak terlupakan saat itu adalah Jason Mraz yang Make it Mine, saat itu saya tidak tau siapa artisnya apalagi judulnya, jadi ketika ada request session Aku cuma bisa berpikir keras, tanya Tuwuh sama Genjot tidak menyelesaikan masalah, jujur saya dulu tak tau banyak tentang Jason Mraz, Saya cuma tau Jason Mraz artis luar yang video klipnya ditiru sama Ello itu. Lagu itu sangat kondisional sekali ketika di Ocean Pacifik, beat dan lirik nya sangat manusiawi sekali, aku menemukan lagi gairah di sini, kadang nyanyi sendiri, karena si Tuwuh dan Genjot matanya sibuk jelalatan kesana kemari liat kecantikan cewek-cewek Batak, sampai akhirnya saya tahu itu lagu dari Jason Mraz ketika sudah di Solo, teman saya Panji bawa laptop di situ ada live-nya Jason Mraz, cukup bodoh bukan lagu sepopuler itu pun saya tidak tahu, setelah kali pertama ke Ocean Pacifik saya pastikan saya minggu depan kesini lagi, dan akan selalu begitu.
Kadang saya membayangkan kalo ada Rockfest Open Air disini tempat yang sempurna. Kini belawan dan Make it Mine-nya tinggal kenangan, saya sudah kembali ke Solo kota yang tak ramah bagi beberapa orang. Sampai sekarang saya selalu melibatkan Make it Mine dalam playlist saya setiap pagi, dan entah kenapa tak bosan juga, ketika lagu itu berputar bayangan suasana belawan masih tertata rapi, angin kencang khas pelabuhan, hiruk pikuk truk kontainer antre, hiruk pikuk peti kemas bongkar pasang muatan, muka-muka merah sopir dan kenek memenuhi warung Tuak sepanjang jalan. So long Medan, terima kasih untuk pelajaran hidup sebelas bulan yang tak perah terlupakan, dan maaf untuk beberapa orang di Medan saya yakin beberapa dari kalian mengecap saya brengsek (terutama orang kantor), terkadang semuanya itu harus berbenturan dan itu manusiawi. Untuk beberapa teman yang masih tersisa disana, semoga sukses.
Untuk Erwan semoga bahagia dengan keluarga baru disana, sambal bawang dan mie goreng buatanmu juara, sangat bisa di andalkan ketika situasi sulit, aku sekarang udah bisa bikin yang lebih enak dari buatanmu. Untuk Genjot, mulih-o!. "Aku ra nduwe konco sek iso ngimbangi karo ngetutke pemikiranku liane kowe," dan untuk teman teman semua (kecuali tukang pencari muka atasan) di Medan peluk hangat dari Solo!! Saya rindu moment Tuak, bakso goreng, nasi padang dan gelek setelah badminton seminggu sebelum kepulanganku!! Horaasss!!!
@Siingkekkk