Ini Tentang Kecintaan yang Terbayar Lunas!!

by

Image by artdimboy

Sebelum memulai tulisan Minggu (26/02/2012) pagi yang cerah ini, adakalanya kita perlu sarapan pagi, kemudian berolahraga biar badan makin sehat dan bugar. Sebagai media promosi band, event sekaligus fanzine, yang memuat beberapa artikel yang dipilih namun lebih tepatnya lapang terbuka menerima kontribusi dari curahan-curahan, cerita-cerita dari mereka para penggemar yang sebut saja “fans” terhadap band-band idolanya yang loyal sangat. Fans, juga merupakan salah satu faktor dan tolak ukur dalam kesuksesan sebuah band, meski beberapa band lebih suka menyebut penggemarnya sebagai “friends/kawan/sobat/lainnya”. Kali ini tulisan didapat dari seorang teman, yang berbagi cerita tentang kisahnya di beberapa tahun lalu, tentang dia yang mendatangi gigs The S.I.G.I.T yang venuenya berlokasi di Stadion Manahan, Solo di malam tahun baru itu dan perjuangannya untuk datang ke acara tersebut demi kecintaannya yang akhirnya terbayar lunas!!.


Tulisan oleh: Christanto Singkek (Buruh pekerja, The Blues dan kontributor di Maximosh.com)

Kemarin ada THE S.I.G.I.T live di Radio Show tv One, belakangan acara ini cukup menyita banyak perhatian fans musik yangsidestream, yang perlu di cari tahu siapa tim kreatif di acara itu, dan latar belakangnya apa. Kembali ke THE S.I.G.I.T, ketika mendengar pertama kali lagu mereka di puter di Solo Radio “weh keren ki, sound gitar oke, vokal e yo nduwe karakter” ketika saya belum tau itu band apa dan judulnya apa, dengan pede saya menyangka itu band manca mungkin Amrik atau Inggris mungkin, tapi ketika lagu kelar, Adjie (Down For Life) yang sudah rutin jadi penyiar di acara cutting edge “God Save the Pop” berkata “yups itu tadi THE S.I.G.I.T, band rock n roll dari Bandung!!!” . B*jingan, ini ternyata band dari Bandung?? cukup perkenalan saya dengan THE S.I.G.I.T, yang saya akan tulis adalah cerita tentang malam penuntutan hasrat yang harus di bayar dengan bagaimanapun.


Dan memory itu muncul lagi ketika kemarin menonton Radio Show, waktu itu saya masih berseragam putih abu-abu (ingat di baca SMK jangan SMA, gara-gara mobil Esemka pamor siswa SMK naik drastis dan berpengaruh kepada gengsi alumni) dan saat itu seminggu sebelum akhir tahun, ketika saya berhenti di perempatan Sekarpace, itikad saya yang selalu jelalatan dimanapun menemukan sesuatu yang menarik, ada spanduk komersil di dalamnya berisi ada 3 poin penting, THE S.I.G.I.T, area parkir Stadion Manahan , dan yang terakhir GRATIS!!


Acara itu bertepatan dengan malam pergantian tahun, pagi hari terakhir di penghujung tahun dan pagi terakhir juga untuk masa kadaluarsa spanduk tadi, saya sudah tak sabar untuk nanti malam. Di sekolah saya memilih tidur, karena itu cara paling bijak untuk mengumpulkan energi karena saya bertaruh malam nanti akan melelahkan. Sesampai di rumah ternyata ada kabar tidak sedap, bapak saya tidak pulang dari kerja dan menginap di Jogja, bapak tidak pulang itu tidak penting tetapi sepeda motor gak pulang itu masalah besar dan berdampak pada bahaya laten. Saya stres, saya putar otak, gelisah seperti halnya Andre Villas Boas.


Seperti hal nya Andre Villas Boas gelisah ketika Chelsea kehilangan peluang merengkuh trofi di beberapa kompetisi. Saya buntu di kamar sembari musik THE S.I.G.I.T mengalir dari ampilifier di kamar, saya lalu buat daftar strategi. Strategi pertama, saya coba menipu teman-teman saya yang hobi dangdut untuk menerima ajakan dengan dalih di manahan bakal ada dangdutan gratis, tapi sial strategi pertama gagal karena Karanganyar juga menggelar dangdutan sound gantung (dangdutan sound gantung itu istilah untuk group dangdut dengan penyanyi dan sound system yang mempunyai spesifik mumpuni).

Otomatis dengan kenyataan itu teman saya dengan brengsek menjawab “sudimen adoh-adoh teko Manahan, kok koyo wong pekok wae lho wong cedak we enek og, mengko Karanganyar wae oke??” saya mangkel tapi tidak ada bargaining point, lalu beralih strategi selanjutnya cari beberapa teman lain yang agak berwawasan kota, tapi dari total 7 orang yang saya list, gagal total semua, ada yang alasan pacaran, ra tertarik, males macet, dan blablabla.

Lalu kepikiran naik sepeda onthel tapi pasti bingung masalah parkir, sampai saya harus berhadapan dengan pilihan terakhir, saya harus naik bis, karena rumah saya di Jaten, bis terakhir menuju solo pukul 5 sore, mau tidak mau harus berangkat sore, dan saya masih ingat betul waktu itu saya dapat bis “Langsung Jaya” biru, nyampe terminal sekitar setengah jam setelah naik bis tadi, saya beli rokok sebungkus dan air mineral, saya orang yang sangat jarang beli rokok bungkusan karena saya tidak terlalu kecanduan rokok, pilihan membeli rokok tadi karena saya akan berjalan kaki dari terminal ke Manahan dan pasti akan sangat membosankan.

Saya jadi teringat tentang teori “ketika kamu sendiri dan susah payah menjalani sesuatu, kamu akan belajar dan mendapat lebih banyak dari apa yang akan kamu tuju itu sendiri”, benar saja saya berpikir tentang segala hal, saya berdialog dengan ibu pemilik wedangan yang sebenarnya bukan orang Solo tapi Matesih (sebuah kecamatan di Karanganyar), saya tanya suka duka hidup Solo. Lalu saya Tanya, “kenapa gag jadi petani?”, kan mayoritas warga daerah Matesih petani, lalu ibu itu mencoba menjawab dan menjelaskan masalah yang dia hadapi di kampung, dia berbicara banyak tentang keluh kesah menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya, saya masih ingat beberapa penggal kata dia “urip i tranae ngene ki mas, cukup di lakoni wae, enek di pangan, ra enek yo ngempet (hidup memang seperti ini, kalo ada yg di makan ya makan, kalo gag ada ya nahan diri)” .

*** 

Wedangan tadi kisaran 25 meter tepat di depan panggung, hujan mulai turun dan penunjuk waktu di hape monokrom saya menunjukan baru sekitar pukul setengah tuju-an,sial masih dua jam lagi pikirku. Hujan mulai turun dan suasana mulai sangat membosankan, andai saja si Zuckerberg sudah menemukan facebook saat itu, pasti akan sedikit terbantu untuk sekedar membunuh waktu. Aku mulai merogoh rokok dan mulai membakarnya, sembari bersenggama dengan kepulan asap rokok dan mempermainkannya di tengah guyuran hujan,aku mulai lihat-lihat di sekitar saat itu atas panggung dan venue masih sangat sepi, cuma terlihat beberapa stage crew yang sibuk mondar mandir di atas panggung. Saya mulai sadar lalu muncul pertanyaan berkecamuk di kepala, “kenapa saya harus menempuh cara se-brengsek ini hanya untuk menonton konser, apakah nanti apa yang saya tempuh ini akan berbanding lurus dengan apa yang saya terima?” cukup lama saya berdialog dengan diri saya sendiri, lalu beberapa stage crew mulai satu persatu mendatangi wedangan.

Saya mulai perhatikan mereka, cara mereka berbincang dan apa yang mereka bincangkan, aku mengamati cara mereka mengatai promotor yang kebanyakan nuntut ini itu, saya ketawa ketika mendengar cara mereka menarik kesimpulan, ketika suasana hujan dan lokalisasi solusi menyenangkan, setelah duduk satu kursi dengan salah satu stage crew tak perlu waktu lama untuk mulai membuka obrolan, seperti biasa saya banyak tanya dan cukup jadi pendengar saja, sekedar kalian tahu “menjadi pendengar itu kadang membosankan tapi di satu sisi kita sudah memenangkan hati lawan bicara kita, karena kebanyakan orang ingin berbicara dan hanya sedikit orang mau mendengarkan, saya tahu rasanya di dengarkan itu menyenangkan”. 

Karena keasyikan ngobrol dengan bapak stage crew tadi tau-tau panggung sudah mulai menunjukan gejala kalo tidak lama lagi acara akan di mulai, terlihat dari beberapa gadis-gadis SPG mulai menempati stand, MC sudah mulai tampak di samping panggung dan pasti tak lama lagi akan naik.

Suasana yang tadi hujan sudah berganti status menjadi gerimis kecil-kecil, dan benar 5 menit setelah itu MC naik panggung mulai koar-koar dan terlihat di belakangnya pemain band mulai mempersiapkan alat musik mereka. Ya, itu pasti band pertama saya lupa nama band-nya apa, karena perform mereka di atas panggung tidak menarik perhatian saya, sangat biasa dan membosankan, band seperti ini pasti akan saya lupakan. Lalu panggung silih berganti bongkar pasang band, aku masih ingat ada salah satu band yang semua personilnya cewek (mungkin karena mereka semuanya cewek), dari Salatiga dan mereka mengcover lagu Avril Lavigne, sebelum guest star Down For Life naik panggung, kala itu 2 gitaris mereka masih kakak beradik Imam dan Sigit, seperti biasa mereka di atas panggung tampil sesuai kelasnya, Adjie (vokalis) tampak dominan dan punya kekuatan visual di atas panggung, dengan tutur yang khas ucapan terima kasih kepada audience. Perlu di catat “vokalis berhasil (dalam konteks di atas panggung) adalah bukan mereka yang bernyanyi rapi tanpa celah, tapi mereka yang mampu membuat penonton terlibat secara emosional”.

Selesai dengan Down For Life kini saatnya THE S.I.G.I.T mulai prepare, aku liat hape ingin tahu jam berapa, ini selalu aku lakukan ketika menanti guest star, masih jam 23.15 dan ini band terakhir. Jam tadi seolah-olah memberi jawaban masih ada satu jam dengan THE S.I.G.I.T, saya bayangkan pasti akan banyak lagu dari album terbaru mereka saat itu “Visible Idea of Perfection” akan mereka bawakan di atas panggung, saya punya kaset mereka dapat ketika mereka interview  di Solo Radio.

Kembali ke panggung mereka (THE S.I.G.I.T) nampak sudah selesai dengan persiapan alat musik mereka, si Rekti (vokalis) nampak menyapa penonton, yang paling aneh Rekti memakai celana skiny cewek super ketat, itu ternyata celana pemberian pacar dia (Rekti) karena dia yang bilang sendiri waktu itu, lalu setelah itu lagu pertama di mainkan dan “Black Amplifier” menjadi lagu pertama, saya loncat-loncat di belakang barikade sambil ikut-ikutan teriak, dan itu berlaku di semua lagu yang saya tahu, dari Soul Sister, Clove Doper, All The Time, Live in New York, New Generation, No Hook. Bahkan ketika saya menulis ini, saya masih bisa merasakan aura di sana, perasaan yang meledak-ledak di depan kepungan seperangkat sound buang yang menawarkan pemuasaan hasrat ala musik bising, atau catatan ini akan terbaca bodoh di depan kalian yang tidak posisi saya, tapi satu hal ketika konser tadi selesai pukul 00.15 di tutup dengan pelepasan ratusan kembang api ke angkasa,saya menatap langit dan saya tahu malam ini tidak ada yang sia-sia, semua yang pantas di perjuangkan sudah saya menangkan, ini kemenangan untuk saya sendiri dan apa yang saya yakini.

Terkadang aku mulai menarik kesimpulan “Ketika keadaan (atau bisa di sebut Tuhan) memberi kita jalan susah payah, saat itu keadaan (Tuhan) membentuk kita untuk bersungguh-sungguh mencintai sesuatu, menghargai apa yang kita miliki. Karena semua hal itu tak mudah bagi sebagian orang yang kurang beruntung” . Akan sangat berbeda cerita ketika saya akan mudah ke Manahan tinggal pancal gas sepeda motor lalu parkir membayar 3ribu dan selesai masalah. Jalan depan kompleks Stadion Manahan penuh sesak. Sial, saya harus pulang jalan kaki dari Manahan sampai Jaten, kalo di pikir-pikir ya jauh tapi kalo di pikir terus gak sampe rumah,saya mulai jalan dan menghabiskan rokok tersisa, tapi tidak sampai di daerah Pasar Nongko saya jalan kaki, ada sepeda motor berhenti di depan saya. Dan itu adalah teman yang baru kenal belakangan karena sering satu tongkrongan di jagung bakar rel bengkong Purwosari.

*** 

Namanya Ardian tapi di sekolah sering di panggil Beny rumahnya di Jogobondo daerah Palur, lalu dia tanya: “Woi, kek ngopo turut kene? (woi, ngapain disini)”  Aku jawab: “Aku bar ko manahan ki meh muleh, lha kowe meh nandi? (aku habis dari Manahan, ini mau pulang, lha kamu mau kemana?)” “Aku yo meh muleh nho”, sahutnya. Lantas jawabku, “Nebeng teko Palur yho, ndladuk aku ra enek pit og tak rewakki mau mangkat ngebis (bonceng sampe Palur yo aku gag ada sepeda motor tak bela-belain naek bis berangkate)” “Yo gampang”, jawab Ardian. Motor dia Honda Grand dengan skok mati dan jok nya keras, kalo jalan rusak “pating glodak” tak apalah daripada jalan, bisa-bisa kempol langsung njebluk. Akhirnya dia bersedia mengantar sampai rumah saya, thanks bro untuk tebenganya aku kangen kumpul bareng lagi Bagus, Deby, Ketep, Botak, Sandy, Andi, Cilek, Vicka, Mitha, dan Icez . And thanks God for fantastics pleasure!! Jika ada salah salah kata, jangan salahkan saya salahkan yang di atas, salahkan Alien!!